Selasa, 20 November 2018
Senin, 19 November 2018
MAKALAH MANAJEMEN INDUSTRI TERNAK POTONG PEMELIHARAAN KERBAU
MANAJEMEN PEMELIHARAAN KERBAU
Oleh :
AMRI MAHBENGI 1605104010065
FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI
PETERNAKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2018
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Peran ternak kerbau bagi kehidupan masyarakat peternak masih sangat penting. Menurut Suhuby (2007) terdapat tiga alasan utama mengapa kerbau mempunyai peran penting. Pertama, ternak kerbau memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kehidupan peternak dan petani di pedesaan sebagai sumber pendapatan asli daerah walaupun tanpa perbaikan pola hidup. Kedua, ternak kerbau masih dapat berproduksi dan bereproduksi dengan baik pada kondisi alam dan agroekosistem yang snagat kritis, misalnya wilayah lahan kering bagian Timur Indonesia (Pulau Sumbawa, Sumba, Flores, dll). Ketiga, ternak kerbau mengubah pakan yang sangat nilai mutu gizinya seperti limbah pertanian dan rumput alam yang bulky dan memiliki kandungan seat kasar yang tinggi, menjadi daging dan susu bagi manusia. Kerbau merupakan ternak yang potensial untuk produksi daging. Karena kerbau memiliki bobot karkas yang lebih tinggi dibandingkan sapi lokal. Bobot hidup kerbau rawa sebesar 370 kg, akan memperoleh bobot potong sebesar 360 kg, dengan karkas panas sebesar 171,5 kg (Miskiyah dan Usmiati, 2009).
Pada
umumnya usaha peternakan kerbau dibagi menjadi dua jenis usaha yaitu,
pembibitan dan penggemukan.Usaha pembibitan adalah usaha memperbaiki dan
memperbanyak populasi ternak dengan melakukan seleksi terlebih dahulu untuk
menghasilkan bibit unggul bagi ternak pada generasi berikutnya. Aspek utama
yang harus diperbaiki dalam manajemen pembibitan kerbau adalah penyediaan bibit
unggul, peningkatan kualitas pakan, teknik reproduksi, dan pengawasan kesehatan,
untuk mendukung perbaikan manajemen pembibitan tersebut diperlukan permodalan,
pemasaran, dan aspek penyuluhan (Hendayana dan Matondang, 2010).
Usaha
penggemukan atau yang lebih banyak disebut program finish bertujuan untuk
memperbaiki kualitas karkas/daging. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas
tersebut, salah satu diantaranya adalah deposit lemak dalam karkas. Lama proses
penggemukan berhubungan dengan pertambahan bobot badan, grade, dan komposisi
karkas lemak. Hubungan tersebut yaitu semakin lama penggemukan maka pertambahan
bobot badan semakin turun, tetapi persentase karkas meningkat dan mencapai
grade prime minimal mencapai grades standart. Lama penggemukan juga berpengaruh
pada peningkatan kadar lemak, kadar air menurun, tetapi kadar protein cnderung
tetap (Parakkasi, 1999). Penggemukan kerbau menggunakan sistem feedlot adalah
cara termurah pada kondisi negara-negara maju seperti Amerika. Faktor yang
perlu dipertimbangkan dalam pemeliharaan secara feedlot pada ternak kerbau/sapi
adalah ketersediaan feeder (kerbau/sapi yang digemukkan), ketersediaan hijauan
(segar/kering), konsentrat selama periode penggemukkan, ketersediaan pasar yang
baik, dan skill peternak harus terjamin (Parakkasi,1998).
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sistem Perkandangan untuk Penggemukan kerbau ?
2. Bagaimana Cara Memilih Bakalan kerbau ?
3. Bagaimana Tata Cara Penggemukan kerbau ?
4.
Bagaimana Manajemen Pemberian Pakan, Sanitasi dan Kesehatan untuk Penggemukan
kerbau?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Sistem Perkandangan
untuk Penggemukan kerbau
2. Untuk mengetahui Cara Memilih
Bakalan penggemukan kerbau
3. Untuk mengetahui Tata Cara
Penggemukan kerbau
4. Untuk mengetahui Manajemen
Pemberian Pakan, Sanitasi dan Kesehatan kerbau
BAB II Pembahasan
2.1 Jenis Atau
Tipe Kerbau
Ternak
potong merupakan ternak yang menghasilkan produk akhir brrupa daging, yang
tergolong ke dalam ternak potong adalah suatu ternak yang mampu secara genetik
meimiliki pertambahan berat badan yang tinggi, pada ternak ruminansia yang
paling menonjol sebagai ternak potong adalah sapi dan kerbau.
Kerbau
merupakan family Bovinae yaitu hewan
berkuku belah, ternak kerbau termasuk ke dalam spesies Bubalus bubalis yang berevolusi dari Bubalis arnee, kerbau liar dari India yang dijumpai pada daerah
asam semua tipe kerbau domestikasi yang ada dewasa ini nampaknya diturunkan
dari Bubalus arnee, yaitu kerbau liar (Bhattacharya,1993). Indonesia terdapat dua bangsa kerbau lokal,
yaitu kerbau lumpur (swamp buffalo) sebanyak 95% dan kerbau sungai (Reverine
bufallo) sebanyak 5% (Yurleni, 2000). Kerbau lumpur adalah kerbau tipe pedaging sedangkan kerbau
sungai merupakan kerbau tipe perah. Taksonomi kerbau (Bubalus bubalis) menurut Fahimudin (1975) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Arthiodactyla
Famili : Bovidae
Genus : Bos
Sub genus : Bubaline
Spesies : Bubalus bubalis
2.1.1 kerbau rawa (gunung)
Kebau
gunung /rawa (bubalus bubalis) meupakan kerbau yang memiliki 24 kromosom, memiliki ukuran tubuh
yang besar, warna beerparias, dan suka berendan di dalam kobangan lumpur.
Kerbau ini dapat di temui hampir di setiap daerah, di aceh sendiri ada salahsatu
spesies kerbau yaitu kerbau gayo. Kerbau lumpur (Bubalus bubalis) termasuk hewan
kelas mamalia dan memamah
biak dan banyak dikembangkan oleh masyarakat
di pedesaan. Kerbau
lumpur merupakan salah
satu ternak ruminansia yang penting dan mempunyai potensi yang sangat besar sebagai hewan yang multiguna bagi masyarakat Indonesia. Beberapa fungsi penting dari kerbau lumpur
adalah sebagai sumber
penghasil daging, susu, dan sumber
tenaga kerja (Kierstein et al., 2004).
Kerbau Gayo merupakan salah satu kerbau lokal yang telah ditetapkan sebagai salah
satu plasma nutfah
negara
Indonesia dengan putusan Menteri Pertanian No: 302/Kpts/SR.120/5/2017.
Kerbau lokal memiliki
keunggulan sebagai salah
satu jenis ruminansia yang memiliki peran dan fungsi bagi masyarakat (Nuraini et al., 2010).
Menurut Kusnadi et al. (2005). Kerbau Gayo termasuk tipe kerbau lumpur
dan telah lama hidup serta telah beradaptasi sangat baik pada lingkungan yang lembab-tropis (tropical humid environment).
Kerbau
Gayo yang hidup di wilayah Kabupaten Bener Meriah dipelihara oleh masyarakat
setempat dengan cara digembalakan di beberapa lokasi peternakan yang meliputi
Kecamatan Wih Pesam, Bukit, Syiah Utama, Timang Gajah dan lokasi lainnya yang
ada di Kabupaten Bener Meriah (Yunus, 2015).
2.1.2 kerbau sungai (pantai)
Kerbau sungai merupakan
kerbau yang biasa berkubang pada sungai yang berair jernih. pulasinya menyebar dari india
sampai ke Mesir dan Gropa (krill tahun 1970) menjelaskan bahwa kerbau
sungai umumnya berwarna hitam memiliki tanduk yangkeriting atau melengkung membentuk spiral dan merupakan ternak tipe perah.Kerbau sungai berasal dari india dan fakistan
tetapi juga ditemukan di barat dayaAsia dan tenggara Gropa.
2.2 Sistem
Pemeliharaan Dan Bentuk Kandang
2.2.1
Sistem Pemeliharaan
a.
Intensif
Sisitem pemeliharaan
dimana hampir seluruh waktu dari hewan peternakan tersebut dihabiskan dalam
kandang, pakan disediakan oleh peternak secara khusus dalam kandang. Sistem ini
sering pula disebut feedlotting (sistem peternakan dengan mengandangkan
ternak). Usaha feedlotting pada suatu negara tentu berlainan dengan negara lain
terutama yang berhubungan dengan kondisi fisik dan finansial, sehingga
diperlukan banyak macam alternatif cara
pemecahan problema (baik berupa teknologi maupun peraturan) dimana berhubungan
dengan pengelolaan limbah yang dihasilkan, terutama berkaitan dengan
kemungkinan timbulnya polusi.
b.
Semi
intensif
Dalam sistem ini ternak-ternak
dipelihara pada dua macam tempat yaitu pada waktu tertentu dibiarkan di padang
penggembalaan (pastura) dan pada waktu tertentu ternaknya dimasukkan ke dalam
kandang untuk dipelihara secara intensif.
c.
Exstensif
Sistem pemeliharaan ternak ini
membiarkan hewan menghabiskan waktunya di luar kandang mencari makanannya
sendiri, Contoh adalah pada sebuah
peternakan sistem ranch terbuka dengan kualitas rerumputan (hijauan) yang
relatif kurang baik (karena tidak dipelihara secara khusus), sampai yang cukup
baik (dengan pastura yang dipelihara secara baik), ternak dibiarkan mencari
makanan di padang. Hasil yang diperoleh dari sistem peternakan ekstensif memang
tidak optimal, dan untuk negara yang sudah maju, sistem macam ini sudah mulai
ditinggalkan, untuk mencapai efisiensi lebih tinggi dalam sistem beternak.
2.2.2 Bentuk Kandang
Dalam pemeliharaan kerbau potong di perlukan kandang yang berfungsi
melindungi ternak dari sinar matahari, hujan dan perubahan cuaca yang tidak
mendukung. Beberapa jenis kandang yang sering digunakan dalam usaha ternak
kerbau antara lain kandang koloni, kandang individu dan kandang umbaran.
a.
Kandang
koloni, digunakan untuk memelihara kerbau yang baru didatangkan dari tempat
yang lain, dalam kandang koloni bebrapa ekor kerbau di tempatkan dalam satu
kandang agar sifat liar kerbau akan berkurang sedikit demi sedikit, dalam
kandang ini kerbau juga beradaptasi dengan lingkungan yang baru kandang koloni
bisa berupakan petakan yang terpisah sekat dan tiang kokoh untuk mengikat sapi
peliharaan.
b.
Kandang
individu digunakan untuk penggemukan kerbau biasanya satu kandang hanya di isi
satu ekor sapi dengan ukuran kandang yang sempit agar membatasi ruang gerak
ternak kerbau yang ingin di gemukkan.
2.3 memilih
bakalan kerbau
Sebelum memulai usaha penggemukan kerbau peternak idealnya
menentukan periode penggemukan, dalam pemilihan periode ini berkaitan dengan
umur bakalan kerbau yang digunakan. Terdapat 2 periode penggemukan kerbau yaitu
long term dan short term. Periode long term atau jangka panjang, kerbau dipelihara
minimal 6 bulan berumur 8 bulan sampai 2,5 tahun. Sedangkan jangka pendek atau
short term, kerbau dipelihara selama 3 bulan saja. Untuk penggemukan jangka
panjang atau long trem dipilih bakalan yang berumur setahun sementara short
term dipilih bakalan diatas berumur 2,5 tahun. Kalau untuk umur untuk long term
untuk penggemukan jangka panjang biasanya untuk penggemukan 1 sampai 2,5 tahun,
tapi kalau umur short term kita ambil dari minimal 2 tahun, 2,5 tahun sampai
keatas.
2.4 tata
laksana penggemukan
Sebelum dimasukkan dalam kandang perlu di
timbang dahulu untuk mengetahui bobot awal kerbau , hal ini penting untuk
menentukan jumlah pakan yang akan diberikan nantinya dan agar penambahan bobot
badan pada saat panen juga dapat diketahui. Penimbanagn dapat dilakukan di
tempat khusus (kandang jepit) pastikan kerbau dalam kondisi terikat agar tidak
berontak saat penimbangan yang berakibat pada perubahan angka pada timbangan
tidak bergerak lagi catat bobotnya. Pemberian obat cacing juga perlu dilakukan
sebelum kerbau digemukkan atau dimasukkan kedalam kandang obat cacing yang
diberikan biasanya berupa ipomax yang diaplikasikan melalui zat kutan dibagian
ekor dan impran muskiler berdosis tinggi yang disuntikkan di bagian paha
belakang.kerbau juga perlu diberikan tanda atau tagged untuk mempermudah
pendataan terhadap jumlah populasi yang dimiliki. Tagging atau tanda ini dapat
berupa tulisan angka pada sebuah plastic lalu dijepitkan pada telinga sapi,
tanda atau tagging juga dapat diberikan dengan menyobek telinga kerbau atau
dengan tato disekitar badan kerbau di
bawah pangkal ekor.
2.5 Pemberian
pakan
Selama pemeliharaan kerbau perlu diberikan
pakan berupa hijauan dan pakan tambahan atau konsentrat, dalam pemberian pakan
perlu memperhatikan ketersediaan dan harganya sehingga biaya produksinya
rendah. Pemberian pakan idealnya dilakukan sehari 3 kali dan dapat di lakukan
secara atlibitum atau tersedia setiap saat agar tercapai ADG (Atfrents
Deligens) atau pertumbuhan bobot badan harian (PBBH) antara 1,5 dalam
penggemukan short term diberikan pakan berupa 40% hijauan dan 60% konsentrat
sementara untuk penggemukan long term diberikan pakan berupa 40% konsentrat dan
60% hijauan. Penambahan premix pada pakan, masukkan bubuk premix sebanyak 2
sendok teh pada wadah pakan, timbang 3 kg konsentrat untuk 2 sendok teh premix,
lalu masukkan ke dalam wadah, aduk sampai tercampur rata lalu berikan pada
kerbau peliharaan.
2.6 biosecurity dan kesehatan kerbau
Untuk menjaga
sanitasi dan kesehatan kerbau lingkungan kandang perlu dibersihkan feses
kerbau, feses yang menempel dibersihkan dengan menyeroki disepanjang lantai
kandang, feses berikut diangkut dan dibuang di tempat khusus penampungan feses.
Kerbau yang dipelihara perlu dimandikan setidaknya 2 hari sekali caranya adalah
dengan menyikat seluruh bagian tubuh bagian luar termasuk kaki agar semua
kotoran yang menempel akan lepas dari badan kerbau
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Arman, C. 2003. Penyigian Karakteristik Reproduksi
Kerbau Sumbawa. Fakultas Peternakan Universitas Mataram. Lokakarya Nasional
Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi.
Badan Pusat Statistik Daerah Kabupaten Bener Meriah
2016. Bener Meriah Dalam Angka, Kabupaten Bener Meriah.
Bhattacharya. 1993. Dalam : Williamson, W. G. A dan W.
J.A Payne (Ed).Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gajah Mada University Press.Yogyakarta.
Camoens,
J. K. 1976. The buffalo in Malaysia.Min. of Agric. Bulletin no 145.
Chantalakhana,
C.1978. Breeding improvement of swam buffaloes for small fram in South East
Asia. In : Buffalo production and artificial insemination. FAO of The UN. Rome.
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bener Meriah (2016). Kerbau Gayo.
Fahimuddin. M, 1975. Domestic Water
Buffalo.
Gulab Pirumuli-Oxford, IBH Publishing Co. G. G.
Joupatth-New Delhi.
Fayed, R., 2008. Puberty and Maturity in: Buffalo
Sexual and Maternal Behaviour. Ethology, Faculty of Veterinary Medicine, Cairo
University.
Gordon, I. 1996. Controlled Reproduction in Cattle and
Buffalo. CAB International, 438.
Guzman,
W.R. 1980. An Overview of Recent Development in Buffalo Research and Management
in Asia. Buffalo Production for Small Farms. ASPAC. Taipei.
September, 2006.
penentuan kadar protein kasar susu
Laporan Teknologi Produksi Ternak Perah
PENENTUAN KADAR PROTEIN KASAR SUSU
Oleh :
Amri Mahbengi
NIM.1605104010065
FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI
PETERNAKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2018
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah
segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya kepada kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Laporan Teknologi Produksi Ternak Perah ini. Laporan
ini disusun berdasarkan hasil dari praktikum mata kuliah Teknoloogi
Produksi Ternak Perah pertemuan ke II tepat pada tanggal 15 november 2018 pukul
10.00 sd selesai.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada
koordinator praktikum mata kuliah Teknologi Produksi Ternak Perah Dr. Ir. Dzarnisa,
M.Si. beserta asisten laboratorium yang telah membimbing dan mengarahkan dalam
pembuatan kegiatan praktikum berlangsung. Penulis menyadari bahwa laporan ini
masih banyak kesalahan dan tidak sempurna, maka dari itu penulis berharap akan
masukan, kritik dan saran dari semua pihak yang telah membaca laporan ini.
Adapun harapan dari penulis agar laporan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah wawasan penulis, semua kebenaran
yang terkandung di laporan ini semata-mata hanyalah berkat kemurahan-Nya dalam
menuntun penulis menuju kebenaran, sedangkan segala kekeliruan yang terdapat di
sini sepenuhnya bersumber dari dan menjadi tanggung jawab penulis. Akhir kapa
penulis mengucapkan.
terimakasih
Banda Aceh, 02 November 2018
Penulis
Amri Mahbengi
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Susu adalah hasil sekresi kelenjar
mammae hewan mamalia selama masa yang tidak dikurangi atau ditambah apapun
kedalamnya yang diperoleh melalui hasil pemerahan dari hewan tersebut yang
sehat secara kontinyu dan sekaligus.
Mahluk hidup yang berkatagori sebagai
mamalia umumnya memiliki kelenjar susu. Ada beberapa mahlukhidup dapat
memproduksi susu dengan baik dan ada beberapa jenis mahluk hidup memiliki susu
namun tidak dapat memproduksi secara besar. Susu dapat di golongkan dari
asalnya. Seperti susu sapi , susu kambing, susu kerbau, susu unta, susu kuda
dan masih banyak lagi. Setiap susu tersebut memiliki fisik dan unsur hara yang
terkandung di dalam nya yang berbeda –
beda. Seperti unsur atau kamdungan
protein yang berada di dalam nya. Untuk mengetahui beberapa kandungan protein
kasar di dalam susu, tentunya harus memiliki alat erlenmeyer, berbentuk seperti
pengapung yang dapat membaca berat jenis suatu susu.
Tujuan Praktikum
Untuk
menentukan kadar protein kasar pada susu.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Susu segar
yang akan diminum harus melalui pasteurisasi terlebih dahulu guna mencegah penularan
penyakit dan mencegah penularan penyakit dan mencegah kerusakan karena
mikroorganisme. Dalam proses pasteurisasi, susu dipanaskan pada suhu 65oCelcius
selama 30 menit. Laktosa adalah satu-satunya
karbohidrat pada susu. Secara kimia sebuah molekul dari laktosa diproduksi dari
gabungan antara stu glukosa dan satu galaktosa sisa yang dihasilkan oleh sebuah
α-lactalbumin yang bergantung pada enzim. Galaktosa dalah derivat hampir sama
seperti glukosa tetapi bagian kecil yang bersal dari asetat dan gliserol (Mc
Donald, et. al., 2002).
Warna susu putih
kebiru-biruan disebabkan oleh pemantulan cahaya oleh globula lemak yang
terdispersi, kalsium kaseinat, dan koloidal. Susu yang lemaknya telah
dihilangkan atau yang kadar lemaknya rendah warna kebiru-biruan lebih nampak.
Warna karoten yang menyebabkan warna kuning susu, pada hewan yang memproduksi
yang berwarna kuning pada susu juga mempunyai warna yang sangat tinggi dalam
lemak. Lactochrome atau ribovlafin terdapat pada larutan susu
terlihat pada whey yang memperlihatkan warna kehijau-hijauan, pada
susu normal warna ini tertutup oleh unsur susu (Muchtadi, dkk.,
2010).
Walaupun tanpa pemberian
suatu apapun, rasa susu sedikit manis, dengan aroma agak harum serta berbau
susu. Bau khas susu akan hilang atau berkurang apabila susu dipanaskan atau
dibiarkan pada tempat yang kena udara. Di samping itu, susu merupakan dua
lapisan yang dapat dipisahakan yaitu kepala susu dan skim. Bagian paling atas
dari susu adalah krim yang beratnya lebih ringan dari skim dan krim akan tampak
jelas pada susu yang baru diperah dan dibiarkan 20-30 menit(Sirajuddin, dkk.,
2012).
Ciri
khas susu yang baik dan normal adalah susu tersebut terdiri dari konversi warna
kolostrum yang berwarna kuning dengan warna air susu yaitu putih, jadi susu normal
itu berwarna putih kekuning-kuningan. Kriteria lainnya adalah jika berwarna
biru maka susu telah tercampur air, jika berwarna kuning maka susu mengandung
karoten, dan jika berwarna merah maka susu tercampur dengan darah (Yusuf 2010).
Uji Bau
Setelah
susu dipanaskan dalam tabung reaksi, maka susu mengeluarkan aroma yang spesifik
dimana bau susu yang dipanaskan lebih tajam daripada susu yang tidak
dipanaskan. Dalam 100% susu terdapat 40 % kadar kemurnian warna susu dan juga
bau susu yang mencirikan untuk susu yang normal, selebihnya 60 % untuk zat
makanan sebagai pelengkap cita rasa yang terdapat di dalam susu tersebut (Yusuf
2010).
Uji Rasa
Susu
agak manis diakibatkan karena kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi,
khususnya untuk golongan laktosa. Susu dari segi rasa mengandung susu yang agak
manis untuk dikatakan normal selebihnya banyak kelaianan di dalam susu yang
tidak bermanfaat bagi tubuh (Yusuf 2010).
Uji Warna
Ciri
khas susu yang baik dan normal adalah susu tersebut terdiri dari konversi warna
kolostrum yang berwarna kuning dengan warna air susu yaitu putih, jadi susu
normal itu berwarna putih kekuning-kuningan. Kriteria lainnya adalah jika
berwarna biru maka susu telah tercampur air, jika berwarna kuning maka susu
mengandung karoten, dan jika berwarna merah maka susu tercampur dengan darah
(Yusuf 2010).
Cara pengujian konsistensi susu yaitu dengan menempatkan
20-50 ml susu kedalam tabung erlenmeyer, kemudian tabung digoyang
perlahan-lahan. Selanjutnya dinding tabung diamati dan jika ada endapan pada
dinding tabung maka konsistensi susu dianyatakan tidak normal.
BAB III METODELOGI
3.1. Waktu Praktikum
Pelakasanaan Praktikum Pemeriksaan Sifat Fisik Susu
dilaksanakan pada tanggal 1 November 2018, pukul 10.00 WIB sampai dengan 12.00
WIB.
3.2. Tempat Praktikum
Tempat pelaksanaan praktikum Pemeriksaan Sifat Fisik Susu
dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Dan Teknologi Produksi Ternak Perah, Fakultas
Pertanian, Universitas Syiah Kuala.
3.3. Alat dan Bahan Praktikum
3.3.1. Alat Praktikum
·
Tabung reaksi,
kapas penutup, penjepit tabung
·
Kertas putih
·
Erlenmeyer
·
Pembakar bunsen
3.3.2. Bahan Praktikum
·
Susu sapi
·
Susu kambing
·
Susu bubuk
komersil yang direkonstitusi
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Uji Warna
1. Masukkan
beberapa liter susu ke dalam tabung reaksi, perhatikan warnanya dan catat
hasilnya.
2. Untuk
mempertegas warna, dapat diberi latar belakang kertas putih.
3.4.2. Uji Rasa
1. Teteskan
beberapa tetes susu pada telapak tangan dan lakukan pengecepan dengan seksama,
catat hasilnya.
2. Apabila
terjadi perubahan rasa, misalnya asam, menunjukkan telah terjadi pembusukan
susu.
3.4.3. Uji Konsistensi
1. Masukkan
20-50 ml susu ke dalam tabung erlenmeyer.
2. Tabung
digoyang perlahan-lahan
3.4.4. Uji Bau
1. Masukkan
susu ke dalam tabung reaksi dan tutup pakai kapas.
2. Kemudian
susu dipanaskan di atas pembakar bunsen.
3. Setelah
mencapai suhu kurang lebih 350C tabung reaksi digoyang
perlahan-lahan.
4. Buka
tutup kapas dan lakukan pembauan, catat hasilnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Susu merupakan
salah satu bahan makanan yang mengandung komponen protein, karbohidrat, lemak,
vitamin, mineral, dan kelengkapan komponen dikandung oleh susu memberikan suatu
alternatif pemecahan dalam peningkatan gizi masyarakat. Susu dapat diperoleh
dari hasil dari olahan ternak perah seperti sapi, kambing, kerbau
dan juga kuda, dari hasil tersebut diolah sampai mendapatkan hasil yang bersih
dan baik. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Hadiwiyoto (
1983 ), yang menyatakan bahwa Susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan
menyusui lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai makanan yang sehat secara
kontinu serta di dalamnya tidak ditambah atau dikurangi komponen-komponen di
dalam susu.
Susu merupakan
salah satu produk ternak yang dijadikan bahan makanan yang sangat baik dan
memiliki kandungan gizi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kosman ( 2004 ), yang menyatakan bahwa Susu
adalah sebagai salah satu produk hasil ternak yang merupakan bahan makanan yang
baik bagi kesehatan tubuh manusia karena memiliki nilai gizi yang tinggi.
Salah satu cara
untuk mengetahui kualitas susu yang baik adalah dengan uji organoleptik atau
uji sensoris. Uji organoleptik adalah cara menilai mutu suatu bahan makanan
atau minuman menggunakan panca indera.panca indera yang diguanakan pada praktikum
kali ini adalah mata untuk melihat warna susu, lidah untuk merasakan atau
menilai tekstur dan rasa dari susu, serta hidung untuk mencium aroma dari susu
tersebut.
Pada kode sampel yaitu A susu kambing , didapat bahwa warna
dari susu kambing ini berwarna putih, rasanya anggir, tengik/hambar,amis ,
konsistensinya terdapat endapan di dinding dan baunya perenggus,amis. Pada kode
B susu sapi, didapat warna putih kekuningan, warna putih disebabkan karena
refleksi sinar matahari dengan adanya butiran lemak, protein dan garam. Rasa
dari susu sapi, ambar sedikit manis, konsistensinya hanya sedikit endapan di
dinding dan baunya manis tapi tidak sewangi sample C. Pada kode C susu
rekonstitusi didapat sedikit manis karena laktosa yang dikandungnya dan
berwarna putih kekuningan. Rasanya manis, konsistensinya terdapat endapan
didinding, baunya wangi manis(lebih manis dari sample B).
Dari hasil yang
didapat diatas ditemukan bahwa setiap susu memiliki warna yang berbeda beda.
Perbedaan warna ini tidak lepas dari perbedaan bahan tambahan yang ditambahkan
dalam bahan seperti cokelat dan stoberi yang ditambahkan, akan mempengaruhi
warna susu yaitu menjadi warna cokelat dan pink. Dari perbedaan zat
tambahan yang ditambahkan pada susu, maka akan membuat rasa, tekstur, aroma dan
daya terima susu. Perbedaan yang paling terlihat yaitu poerbedaan tekstur dari
masing – masing susu tersebut. Selera yang didapat dari masing – masing panelis
ini adalah berdasarkan tingkat kepekaan dari masing – masing panelis dalam
menilai susu tersebut. Hal ini sesuiai dengan (Rahardjo, 1998) bahwa pencicip
atau panelis biasanya mempunyai perbedaan respon kepekaan (putting pencicip)
terhadap menilai sesuatu bahan makanan yang berbeda. Dari hasil diatas, juga
dilihat bahwa susu yang digunakan adalah susu yang berkualitas baik dan tidak
basi karena hasil yang diatas tidak terdapat susu yang terlihat tidak baik
yaitu sangat tidak enak dan tidak sedap. Karena menurut (Bucke, dkk : 1985)
bahwa susu mngandung unsure – unsure yang dsebagian besar juga diperlukan bagi
pertumbuhan bakteri, hal ini bisa ditandai dengan susu yang memiliki rasa yang
masam dan bau.
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Sifat fisik susu berarti sifat-sifat atau karakteristik
susu yang dapat dilihat secara visual. Sifat fisik susu inilah yang bisa
menentukan kualitas pada produksi susu itu sendiri dan kelayakan susu tersebut
untuk di konsumsi. Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat
jenis, titik didih, titik beku, panas jenis dan kekentalannya yang sesuai dengan
standar sifat fisik susu yang layak dikonsumsi. Banyak faktor yang menyebabkan
kerusakan sifat fisik susu, diantaranya faktor fisiologis seperti cita rasa
pakan sapi, faktor enzim yang menghasilkan cita rasa tengik karena kegiatan
lipase pada lemak susu, faktor kimiawi yang disebabkan oleh oksidasi lemak,
faktor pencemaran bakteri yang timbul yang menyebabkan peragian laktosa menjadi
asam laktat dan hasil samping metabolik lainnya yang mudah menguap, dan faktor
mekanis bila susu mungkin menyerap cita yang ada pada tempat susu berada.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., dkk.
1985. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Hadiwiyoto, S. 1983.
Tehnik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty, Yogyakarta
Khosman, Ali, Prof. Dr.
Ir. 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mc Donald, P. 2002. Animal
Nutrition. John Wiley & Sons, Inc., New York.
Muchtadi,
Tien R. Prof. Dr. Ir. M.S, dkk. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor:Alfabeta, CV.
Rahardjo, Tri S., W.
Suryapratama, Munasik, dan T. Widiyastuti. 1998. Bahan Kuliah Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas
Peternakan, Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.
Robinson, D. S. 1987.
Food: Biochemistry and Nutritional Value. John Wiley & Sons, Inc., New York.
Sirajuddin,
Saifuddin. Dr. MS, dkk. 2012. Pedoman Praktikum Analisis Bahan Makanan. Makassar: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin
Yusuf R.2010. Kandungan protein susu sapi perah
friesian holstein akibat pemberian pakan yang mengandung tepung katu (sauropus
androgynus (l.) merr)
yang berbeda. Jurnal. Jurnal Teknologi Pertanian volume 6 nomor 1 halaman 1-6.
Langganan:
Postingan (Atom)